Minggu, 02 September 2012

Retribusi Terminal Terboyo Semarang


Pernahkah mendengar kata ‘retribusi’? Retribusi menurut UU No. 28 tahun 2009 adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan. Kalau kita ingat, setiap kita masuk terminal pasti ada petugas berseragam yang menarik uang retribusi. Berkaitan dengan retribusi, saya punya pengalaman di Terminal Terboyo Semarang yang saya catat sejak lama.

Pernahkah kita jeli dengan pungutan itu? Atau pedulikah kita dengan hal-hal kecil seperti apakah nominal yang kita keluarkan sama dengan yang tertera di karcis. Atau sambil lalu kita asal mengeluarkan uang, membayar, dan tidak memeriksa jumlah uang kembalian yang diberikan petugas? Bagi pengguna jasa transportasi seperti saya yang setiap minggu pasti menyambangi terminal, ada beberapa hal yang saya keluhkan tentang pelayanan Terminal Terboyo kepada pengguna.

Saya punya pengalaman yang kurang menyenangkan, seorang petugas memberikan kembalian yang tidak sesuai dengan nominal yang tertera pada karcis. Karcis retribusi mencantumkan nominal sebesar Rp. 150,- sebagai beban yang ditanggung oleh pengguna jasa. Suatu hari saya membayar dengan selembar uang seribuan dan petugas hanya memberikan kembalian sebesar Rp. 500,-. Awalnya bisa saya maklumi karena waktu itu banyak sekali orang yang turun bersamaan dengan saya. Saya pun diberi dua karcis yang sebetulnya membuat saya bertanya-tanya, “Kan, aku sendirian?! Kok karcisnya dua sih?”.

Kemudian, pada lain waktu kejadian yang sama terulang lagi sampai beberapa kali sampai suatu hari saya mencoba asertif karena dalam karcis tertera tulisan “Mintalah karcis sesuai dengan jumlah uang yang dibayarkan”. Saya tak segan bertanya kepada petugas, “Berapa sih Pak retribusinya? Kok kembaliannya cuman segini? Karcisnya juga dua, saya kan sendirian”. Mau tak mau petugas pun menambah uang kembalian saya tanpa banyak bicara. Setelah saya pikir-pikir (dalam rangka berdamai dengan diri saya sendiri dan petugas) pada akhirnya saya selalu membawa koin Rp. 200,- setiap masuk terminal. Ya, kita tahu lah, pecahan Rp. 50,- kan memang langka atau malah sudah ditarik dari pasaran.
Pernah juga suatu hari saya membayar dan tidak diberi karcis oleh petugas. Sadar dengan hal itu, kontan saya menegur petugas dan minta karcis. Sejak saat itu setiap saya membayar retribusi, saya pasti meminta karcis karena saya pikir pendapatan yang diperoleh dari retribusi harusnya sama dengan habisnya karcis. Kalau sampai timpang, saya pikir petugas bisa saja melakukan korupsi.

Dan, kejadian baru-baru ini membuat saya sedikit tercengang. Sudah tiga kali saya mendapati karcis dengan robekan tidak sempurna. Petugas selalu menyobek karcis dengan posisi miring dan akhirnya jumlah nominal tidak tertera pada karcis. Anda bisa melihat pada gambar di bawah. Pernahkah Anda berpikir, dengan robekan yang tidak sempurna itu, petugas bisa memotong biaya retribusi jauh melebihi jumlah yang sebenarnya tanpa kita tahu karena memang tidak ada bukti.

Begitulah, saya hanya memberikan sedikit wacana bagi Anda yang merasa pengguna jasa terminal supaya bijak dalam membayar jasa retribusi. Pemerintah kota Semarang harusnya juga memperhatikan hal ini. Saya menghimbau untuk memberikan ketetapan yang jelas bagi pengguna jasa. Berapapun nominalnya sebenarnya tidak menjadi masalah, asalkan bukti berupa karcis yang diterima pengguna sama dengan nominal yang dibayarkan. Barangkali sudah saatnya karcis retribusi diganti dengan yang baru, dengan nominal Rp.200,- atau Rp.500,-.
karcis retribusi terminal terboyo
Sekian, selamat berakhir pekan.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar