Senin, 27 Agustus 2012

A Boring Day


Sore yang membosankan. Umam mengajak saya jalan-jalan ke Kawasan Simpang Lima Semarang. Motor kami parkir di depan Masjid Agung, lalu kami menyusuri jalan di antara lalu lalang anak-anak yang meluncur dengan in line skate. Haha.. Belakangan fenomena in line skate kembali menjamur. Baguslah, saya sangat senang karena ada media rekreasi keluarga di Semarang. Fokus anak-anak pada gadget beralih pada permainan yang membutuhkan ketrampilan menjaga keseimbangan tubuh ini.




Sabtu, 25 Agustus 2012

Jalan-Jalan Ke Salatiga

Kemarin, Sabtu (25/08) kami (saya dan Umam) melakukan perjalanan dengan motor menuju Salatiga dalam rangka kunjungan lebaran ke rumah orangtuanya. Kenapa kami memilih naik motor? Selain kami belum pernah berkendara dengan yang lain, motor merupakan alternatif yang paling bersahabat di tengah kemacetan arus balik. Saya tidak bisa membayangkan kalau kami harus pergi ke sana naik bus, pasti akan memakan banyak waktu dan mati dalam bosan. Selain itu, perjalanan naik motor relatif murah dan fleksibel. Kita bisa berhenti sewaktu-waktu dan menyusuri jalan-jalan tikus dengan leluasa.

Ini bukan pertama kalinya bagi saya mengunjungi Salatiga yang dingin dan asri. Saya sudah sering ke sana, meski tidak pernah hafal jalan kalau dilepas ke sana sendirian. Haha.. Dari Semarang, lami berangkat jam 8 pagi. Molor satu jam dari jadwal yang sudah dirancang. Biasa, main SongPop dulu. 

Matahari sudah naik. Tapi belum terlalu panas. Kami mengganjal perut dengan arem-arem. Perjalanan akan memakan waktu sekitar 2 jam, jadi jangan biarkan perut kosong. Sepanjang perjalanan adalah pemandangan alam indah. Apalagi kalau sudah memasuki Ungaran, mendadak kita disergap dingin udara pegunungan. Saya merasa, masing-masing perjalanan membawa kesannya sendiri-sendiri. Semakin dekat kita dengan alam dalam sebuah perjalanan, maka akan terasa lebih sakral. Barangkali tidak akan semenyenangkan itu bila saya naik mobil ke sana. Paling-paling saya tidur di mobil. Tapi dengan motor, ada sensasi-sensasi lain yang tidak dirasakan ketika kita naik mobil. Semilir angin, menahan kantuk, menahan dingin, asap, debu, dan jarak yang tak terduga dengan kendaraan lain. 

Dalam perjalanan ini, saya malah membayangkan sebuah perjalanan lain dengan jalan kaki. Apa rasanya? Mungkin lebih menyenangkan.

Kami mampir dulu ke Banyu Biru, mengunjungi seorang teman. Sayangnya, teman yang kami kunjungi sedang tidak ada di rumah. Tak mampir lama di Banyu Biru, kami lanjutkan perjalanan menuju Salatiga yang tinggal selangkah lagi sambil menikmati Rawa Pening yang kali ini tak sempat kami singgahi.

Inilah Salatiga. Sesampainya di sana, kami langsung menuju rumah Umam di Suruh. Kira-kira memakan waktu 30 menit dari kota Salatiga. Beristirahat sejenak lalu diajak berkunjung ke rumah saudara dan kolega, kemudian dilanjutkan jalan-jalan ke kota Salatiga. Umam menunjukkan sebuah bangunan bekas gedung bioskop Reksa yang konon sering diceritakan Gitanyali dalam bukunya Bluesmerbabu. Hahaha, seperti menyusuri jejak-jejak Gitanyali dengan setting Gunung Merbabu dan Kota Salatiga.


Di Salatiga, kurang afdol kalau belum mencicipi sate sapi khas Suruh. Diberondong dengan harga di bawah Rp. 20.000,00 kita diajak menikmati kelezatan sate sapi berbumbu kacang yang hangat di tubuh.


Itulah sekilas cerita tentang perjalanan sehari kami ke Salatiga. Sehabis Maghrib kami pulang ke Semarang, mampir ke Kedai Kancaku milik teman kami, nonton pertandingan MU vs Fulham, kemudian pulang. Pagi ini rencananya kami hendak ke Gunungpati, berkunjung ke rumah Niky. 



Senin, 13 Agustus 2012

Sebelum Memelihara Anjing


Dingo Gonzalez tinggal di dalam rumah berbulan-bulan karena beberapa tetangga protes lantaran ia sering mengejar anak-anak. Sedang tetangga lain tak suka karena anjing dianggap najis untuk penganut agama tertentu. Selain itu, beberapa pemakai jalan juga mengeluh karena Dingo suka mengejar motor yang lewat (sungguh anjing yang  ramah T.T). Sebenarnya, ketika memelihara anjing banyak hal yang harus kita pikirkan; pangan, papan, pola asuh, dan juga kesehatan. 

Anjing butuh tempat yang luas untuk berlarian dan melompat. Mereka binatang yang sangat aktif dan ingin tahu. Sebetulnya kasihan juga mengurung mereka di dalam rumah hanya karena memikirkan tetangga. Itulah sebabnya Dingo sering kami ajak kejar-kejaran di dalam rumah. Anjing butuh menyalurkan energi juga. Seperti manusia. 

Sekali waktu Dingo bisa lepas dari rumah, lalu berjalan-jalan sendiri, mengendus-endus pohon, dan menghampiri pacarnya di ujung gang. Saya kadang-kadang bingung, ketika di dalam rumah, anak-anak sering memanggil-manggil Dingo tapi ketika sudah berada di luar mereka berlarian karena ketakutan. 

Dingo terbiasa diajak bermain di dalam rumah. Ketika berada di luar rumah dan melihat kerumunan anak-anak, Dingo biasanya melompat-lompat atau mengikuti salah satu anak. Namun, anak-anak takut sehingga memberikan respon seperti berlari, atau berteriak. Semakin berlari, Dingo justru senang. Dia mengira sedang diajak bermain, padahal anak tersebut ketakutan. Mungkin reaksi Dingo akan lain ketika kita tetap kalem dan tidak berlari atau justru benar-benar mengajak bermain.

Untuk urusan makan, belakangan Dingo sedang manja. Dia tidak mau makan dog food dan lebih suka makan nasi seperti kami. Resikonya bulu-bulu akan rontok. Inilah problem pemilik anjing, lantaran tak tega, lantas kita sering memberi makan anjing kita dengan makanan yang kita makan. Sebaiknya bila harus makan nasi, berilah nasi dan potongan daging serta kuah kaldu tanpa bumbu apapun. 

Mengasuh anjing tak jauh beda dengan mengasuh anak. Bila bersalah ya harus dihukum agar tidak mengulangi kesalahannya. Dingo sebenarnya mudah diarahkan dalam urusan buang air. Dia buang air di dekat toilet sehingga kami mudah membersihkannya. Namun, Dingo paling tidak bisa diatur soal mencabik-cabik barang dan mengobrak-abrik sampah. Duh.. Lantaran hal-hal itu dia sering dapat hukuman. Tapi, sayangnya dia tidak jera.

Terakhir, sebelum memelihara anjing perhatikan juga masalah kesehatan. Kita harus punya budget lebih untuk rajin ke dokter. Anjing rumah biasanya lebih sehat. Dingo contohnya, bila sedang di rumah dia sangat sehat. Begitu keluar rumah, bertemu dengan anjing liar lain, pasti penyakitan. Fyuh.. Selamat memelihara anjing. Percayalah, mereka akan membuatmu bahagia ;)



Sushi Bar


Dua gadis berkimono masuk ke dalam restauran sushi. Yah, itu hanya sedikit gambaran tentang permainan Sushi Bar. Permainan berlatar resto ini memaksa kita untuk membuat menu yang dipesan tamu. Kita diajak membuat beraneka macam sushi dengan resep yang sudah disediakan; onigiri, tokyo roll, roe maki, dll.

Permainan dengan tingkat kesulitan yang makin tinggi ini sebenarnya mudah dimainkan tergantung seberapa besar kekuatan memori kita dan ketahanan kita terhadap stres haha. Permainan ini diawali dengan tamu yang datang lalu duduk dan mulai memesan. Seraya menunggu pesanan berjalan menuju arah tamu, kita bisa menyuguhi mereka dengan minuman sake dan ocha.

Tak perlu kuatir, selama mengolah sushi, kita ditemani buku panduan. Jadi kalau lupa tinggal buku panduannya saja. Namun dalam permainan ini kita terpaksa diajak mengingat resep karena waktu yang diberikan untuk melayani tamu sangat singkat. Kita diharuskan untuk menjaga suasana hati tamu agar tamu puas dengan pelayanan kita.

Bila kita kehabisan bahan, kita tinggal menelpon dan memesan bahan yang kita perlukan. Tentu saja kita punya cukup uang untuk membeli bahan-bahan yang habis. Itulah kenapa kita harus melayani tamu dengan sebaik-baiknya karena akan berpengaruh pada pendapatan kita. Level akan naik bila kita mampu memenuhi target yang sudah ditetapkan. Yuk, selamat bermain! ;) 



Coin Dozer

Kenapa saya memilih ponsel Android? Salah satunya karena saya suka aplikasi-aplikasi termasuk permainannya, baik yang online atau tidak. Saya bebas install aplikasi gratis sesuka saya. Biasanya kalau sudah bosan atau kurang berguna akan segera saya uninstall dan saya ganti dengan aplikasi-aplikasi baru yang lebih menarik.

Ngomong-ngomong soal permainan, belakangan ini saya sedang menggilai Coin Dozer. Permainan ini saya temukan tanpa sengaja. Awalnya saya berniat mencari crystal gratis dalam permainan Tiny Village. Ada beberapa alternatif yang ditawarkan, lalu saya coba salah satunya yaitu Coin Dozer. Saat menginstall Coin Dozer dan memainkannya sampai level 4 maka crystal akan bertambah 5 biji (duh, dikit banget..)

Namun, mendadak saya keranjingan dengan permainan mendorong koin ini. Disajikan dalam tiga versi; Coin Dozer, Coin Dozer Season, dan Coin Dozer World Tour. Inti permainannya sama; menjatuhkan perolehan koin dan berusaha mendorong koin lain agar jatuh kembali. Begitu seterusnya. Koin akan kita dapat setiap 30 detik sekali bila kita sedang bermain. Dan bila tidak bermain, perolehan satu koin memakan waktu 9 menit. 

Selain koin-koin reguler yang berwarna emas, ada juga hadiah-hadiah untuk melengkapi koleksi dan koin-koin istimewa yang membantu kita menjatuhkan koin, memberikan tembok penolong, penambah perolehan target, atau sekedar melipatgandakan perolehan koin. Tak hanya itu, permainan dengan display yang menarik ini juga mengharuskan kita melengkapi koleksi-koleksi hadiah. Contohnya pada permainan Coin Dozer World Tour, kita harus melengkapi hadiah yang berupa; tiket, koper, dan paspor agar bisa mengunjungi negara lain. 

Lumayan untuk mengisi waktu luang selepas bekerja. Boleh dicoba, tinggal install dari Play Store ponsel Android Anda. Tapi hati-hati, bisa kecanduan lho.. :))







Cerita Tentang Anjing

Banyak orang yang takut anjing. Termasuk saya pada awalnya. Ketakutan saya terhadap anjing bukannya tanpa alasan. Waktu TK saya pernah digigit anjing tetangga dan kaki saya berdarah-darah. Kok bisa? Begini ceritanya, ada seorang tetangga yang memelihara anjing. Orang-orang sering bilang, "Anjing itu rabies, suka ngejar-ngejar orang, hati-hati kalau digigit kamu bisa kena rabies!". 

Saya memang takut karena saya sering melihat anjing itu menyalak-nyalak bila ada orang lewat di depan rumah si pemilik. Jenisnya mungkin Schnauzer dengan bulu-bulu lebat menutupi muka. Gonggongannya membuat saya bergidik. Maklum lah, anak TK. Suatu hari, sepulang sekolah, saya dijemput paman dengan menggunakan sepeda. Paman tampaknya sedang terburu-buru, lantas dia memilih lewat jalan kampung. Saya sudah tahan nafas, takut kalau ada anjing tetangga yang galak itu. Eh ternyata benar. Anjing itu berdiri di depan rumah, di pinggir jalan yang hendak kami lewati.

Paman saya sudah memperingatkan untuk diam saja. Tapi entah kenapa yang muncul justru mulut saya yang ikut menyalak, "Guk, guk, guk!". Spontan anjing itu berlari kencang mengejar kami. Genjotan kaki paman tak bisa menandingi lompatan kaki anjing itu dan hap! Betis saja digigit. Saya berteriak dan mengibaskan kaki tapi anjing itu tidak mau melepaskan gigitannya. Paman saya yang kebingungan langsung menendang anjing itu.

Saya menangis. Saya takut kena rabies. Darah sudah mengucur deras dari betis. Sampai di rumah kaki saya diobati ibu. Meski lukanya tak begitu parah, tapi saya tetap takut sebentar lagi saya kena rabies dan mati. Pikiran anak kecil memang konyol. Dan luka itu sembuh dengan sendirinya. Saya memang tidak mati karena gigitan anjing, tapi momentum itu memberikan trauma tersendiri bagi saya. Anjing, bagaimanapun lucunya tetap menakutkan buat saya.

Di lain cerita, pacar saya tinggal dengan anjing. Awalnya saya takut ketika anjing itu dibawa pulang. Dia dinamai Dingo. Tubuhnya kecil, ringkih, warnanya putih, dan tatapannya sendu. Penghuni kontrakan lain membelinya dari pasar hewan. Dingo adalah anjing pertama dengan tatapan  melankolis yang pernah saya lihat. Saya sangsi di anjing betulan. Jangan-jangan hanya boneka.


Dingo selalu dirantai saat saya datang karena saya takut dia tiba-tiba mengejar dan menggigit saya. Lama kelamaan saya bisa menerima kehadiran Dingo sebagai bagian dari hubungan kami. Konyol juga ya kalau saya meminta pacar saya pindah kontrakan hanya karena seekor anjing. Mulanya saya mencoba tidak menggubris keberadaan Dingo, sampai suatu hari sebuah peristiwa traumatis menimpa Dingo saat saya di luar kota.

Seorang tetangga yang barangkali kurang suka dengan keberadaan Dingo mencelakai anjing malang itu. Pemiliknya, Mas Tambeng, menemukan Dingo tak berdaya di parit, tak jauh dari kontrakan. Saya kira waktu itu Dingo memang patah tulang kaki. Tidak tega rasanya melihat anjing mungil itu dianiaya. Saya mulai iba dan mungkin sudah  jatuh cinta padanya.

Sejak hari itu saya membuka hati untuk seekor anjing yang malang. Rasanya seperti terapi. Mulanya saya mengelus-elus dalam keadaan dia dirantai. Itupun saat Dingo sedang tengkurap di lantai. Lama-lama saya tidak keberatan diikuti ke mana kaki saya melangkah; ke luar, ke dapur, ke kamar mandi, ke ruang tv. Saya juga sering membeli oleh-oleh untuknya. Apa saja yang ada dagingnya. 

Di kontrakan itu, meski saya hanya berdua dengan Dingo (kalau pacar saya biasanya kuliah atau sedang ada keperluan) saya merasa aman. Saya tidak takut orang asing karena sebelum orang asing memasuki rumah, Dingo akan menggonggong keras sekali. Siapapun akan segan memasuki kontrakan. 

Selang waktu berjalan, interaksi saya dengan Dingo tak lagi berbatas. Saya berani memandikan, saya berani memeluknya, dan saya suka di menjilati telapak tangan saya waktu disuapi. Saya berubah jadi ibu. Ibu dari seekor hewan yang kesepian. Saya menjadi tempatnya berlindung bila dia sedang dimarahi karena mencabik-cabik barang-barang di kontrakan, saya memanjakannya seperti anak sendiri, and it was amazing. 

Begitulah, banyak yang saya pelajari dari anjing. Anjing mengingatkan saya pada hubungan orangtua dan anak. Ketika Dingo nakal, merusak tiga sepatu kesayangan saya, saya sebal bukan main. Saya ingin memukulnya, saya ingin mencekiknya. Tapi saya juga menyayanginya. Perasaan campur aduk yang aneh. Mungkin begitu rasanya jadi orangtua kalau anak kita nakal. 

Anjing selalu ingin bebas. Sama seperti kita. Bila Dingo pergi dari rumah, maka saya yang mungkin paling khawatir. Saya takut kejadian buruk menimpanya. Saya ingin dia lekas pulang. Mungkin ibu juga begitu pada pada ketika saya lebih banyak meninggalkan rumah daripada pulang. Ah, saya rasa bila diteruskan akan lebih mengharukan dari sebuah kisah cinta sepasang manusia, haha..