Senin, 19 November 2012

Kamaratih Batik

Dalam rangka ulang tahun Kamaratih Batik yang ke-4, saya mau ikutan nulis cerita dan review nih. 

Mungkin saya tidak akan bicara banyak soal batik. Saya termasuk orang yang jarang pakai batik sebetulnya. Alasannya sih karena saya jarang menghadiri acara-acara yang sifatnya formal. Tapi, belakangan ini saya sering dapat oleh-oleh bahkan hadiah kuis berupa kain batik. Tak terasa, ternyata ada 5 jenis batik bersembunyi di dalam lemari saya (2 kain dari murid saya, 1 kain dari Mbak Latree karena menang kuis, dan 2 kain dari bapak) hahaha.. Saya baru sadar beberapa bulan yang lalu sewaktu buka lemari di rumah (jarang-jarang buka lemari soalnya).

Kalau namanya kain, otomatis kita harus ribet cari model yang sesuai buat tubuh kita. Akhirnya, saya pergi ke rumah tante, pinjam majalah-majalah wanita yang menampilkan mode-mode batik modern sekalian minta diantar ke penjahit yang lumayan pandai mengolah batik. Empat potong kain saya bawa ke penjahit (kecuali batik dari Mbak Latree, favorit saya). Akhirnya saya berencana membuat 1 bawahan, 2 atasan santai bentuk leher sabrina, dan 1 kemeja formal. Batik dari Mbak Latree masih saya simpan, alasannya itu kain favorit saya lantaran warnanya yang segar! Hahaha, saya masih memilih model apa yang cocok untuk sepotong kain itu. Antisipasi saja, daripada nanti salah potong dan jahit.. Rencana sih mau saya bikin bawahan. Akhir-akhir ini saya suka pakai bawahan rok soalnya :))

Ya, itung-itung nyicil koleksi batik untuk acara-acara formal yang akhir-akhir ini sering saya hadiri. Semakin menua rupanya semakin banyak ritual acara yang harus dijalani hahaha.. Tidak juga sih sebenarnya. Mungkin sudah saatnya mengganti yang casual menjadi lebih rapi. Tidak lucu kan kalau saya penyuluhan, di depan ibu-ibu RT tapi pakai jeans robek-robek? :))

Untuk review Kamaratih Batik, saya tidak berani review baju (takut menang, dapat baju, tapi tidak muat) hahahaha... Jadi saya mau review Gelang Wooden Horizon saja. Ini gambarnya.


Btw, pas saya buka album koleksi Kamaratih Batik, pertama kali mata saya langsung tertuju pada gelang ini. Hahaha, ya mungkin karena saya orangnya simpel dan tidak suka banyak corak. Seperti gelang kayu ini. Fisiknya tampak kuat dan kokoh. Saat dikenakan juga membuat pergelangan tangan lebih cantik. Selain itu, gelang ini bisa dipadukan dengan model pakaian apa saja. Tak melulu harus menyesuaikan warna lantaran gelang ini pun memiliki sifat yang netral. Saya membayangkan memakai gelang ini dipadukan dengan bawahan batik dari Mbak Latree dan atasan hitam, serta sepatu hitam. Waw! Seperti apa ya kira-kira tampilan saya? :))

Itu sedikit cerita dan review untuk Kamaratih Batik. Oh ya, selamat ulang tahun. Semoga peminatnya tambah banyak dan laris manis sebagai online shop! Semoga pemilik dan pengelolanya selalu sehat biar bisa mondar-mandir kirim barang haha.. Sukses, Kamaratih!!!



Minggu, 18 November 2012

Blog Dongeng Anak


Hari ini rencananya sih mau baca Lalita eh pagi-pagi malah ngobrol sama Mbak Carra di Twitter. Awalnya cuma komentar soal dongeng yang beliau buat, lha kok ujung-ujungnya malah ide membuat blog khusus untuk dongeng anak. Gagasan dadakan yang tercetus itu ternyata disambut baik oleh beberapa teman lain; Mbak Latree, Putri Meneng dan Emak Gaoel haha.. Ini sih namanya nekat!

Lantaran beliau berempat adalah emak-emak sibuk, maka saya (yang belum jadi emak dan belum sibuk) didaulat untuk jadi komandan yang mengelola blog. Baiklah, saya langsung capcus ke blogspot, membuat blog baru yang saya namai Blog Dongeng Anak.  Rencananya blog ini dipersembahkan untuk anak-anak, orangtua yang kehabisan bahan dongeng untuk putra-putranya, juga buat pelaku homeschool di Indonesia. Kami berusaha memberikan fasilitas dengan menyediakan aneka dongeng untuk anak-anak yang bisa dibaca secara gratis. Sudah ada beberapa cerita di sana, dan semoga untuk ke depan akan ada lebih banyak cerita.

Ada lima penulis tetap di blog ini. Selain itu, kami juga menerima naskah dongeng dari kontributor yang peduli dengan dunia anak-anak. Syarat-syarat pengiriman bisa dibaca langsung di Blog Dongeng Anak. Ditunggu karya kalian! ;)





Minggu, 11 November 2012

Happy Sunday

Kemarin, entah kenapa Hari Minggu yang menyenangkan bagi saya. Pertama, cerpen saya dimuat di JakartaBeat. Judulnya Museum Barang Hilang. Itu cerpen pertama saya setelah sekian lama tidak menulis cerita. Idenya datang waktu saya naik motor, menuruni jalan Gombel Baru, di sela kemacetan yang-amat-sangat-miapah itu. Haha. Penulisan memakan waktu tiga hari dan hasilnya lumayan lah. 

Kedua, saya bertemu Erna-ibu satu anak yang penampilannya masih seperti anak kuliahan dan bikin iri-ciyus-setengah mati. Belakangan beliau sibuk mengajar di Enopi; tempat belajar Bahasa Inggris. Kualitas pertemuan kami bisa dibilang jarang. Pas diberitahu Umam dia akan datang, saya langsung senang. 

Meluncurlah kami bertiga ke Java Mall. Ada pameran komputer di sana dan kebetulan Erna  mau beli microSD. Saya tidak berkepentingan sebetulnya, tapi mendadak saya ingat harus mengumpulkan tiket Kids Fun lagi. Selepas belanja, kami bertiga main game di Kids Fun sampai kehabisan poin. Lumayan, kemarin saya mengantongi 240 lembar tiket. Hahaha.. Jadi tiket yang terkumpul sekarang 500 an lembar. 

Ketiga, pulangnya, sampai di kos saya dapat telpon dari seorang dosen Undip, kebetulan teman main saya waktu kecil. Ada job jadi pemateri edukasi seks untuk acara dasa wisma. Wah, gimana bisa nolak kalau ada hubungannya sama dunia anak-anak? 


Suara Momo

Tinggal sendiri itu ada enaknya, ada tidak enaknya. Kalau saya sih memang sudah (merasa) terusir dari rumah. Jadi mau tidak mau harus merasa enak. Kenapa begitu? Pertama, saya tidak punya kamar di rumah. Entah kenapa, mungkin ibu saya lupa kalau punya anak perempuan. Maklum, sejak kuliah, saya lebih sering tinggal di Semarang. Kadang-kadang liburan panjang pun saya tidak pulang. Sebabnya, kampung halaman saya itu terlalu nyaman. Seminggu di rumah, bisa jadi saya malas menjamah kerjaan. Saya juga tidak punya kewajiban apa pun di rumah, kecuali satu, membuat orangtua bangga. Hahaha.. Tapi, itu susah juga sebenarnya lantaran sampai sekarang saya masih begini-begini saja. Tidak enaknya tinggal sendiri itu ya, segala sesuatunya harus dipikirikan dan dikerjakan sendiri.

Di kota yang (hampir) menjelma Jakarta ini, saya tinggal di kos. Maklum, belum kuat sewa apartment apalagi beli tanah dan bangun rumah. Beginilah nasib jalang, eh lajang yang menempati sepetak kamar yang nyaman, terletak di basement, ukurannya 4,5 x 3 meter, kamar mandi dalam, dan paling penting tak banyak perabotan. Saya suka kamar yang longgar. Meski terletak di basement, tapi kamar saya dapat sinar matahari langsung lantaran kondisi tanah yang miring. Tapi, kalau musim hujan bisa lembab dan kadang kemasukan air. 

Ini kos paling lama yang saya tempati. Lebih dari lima tahun. Saya merasa cocok dan tidak ingin pindah sebenarnya kecuali karena sewa bulanannya yang makin mahal. Fyuh.. Rp. 650.000,00 bo'.. Duit syape?

Kos ini bernama Wisma L. L berasal dari nama pemiliknya yaitu Pak Lilik. Beliau sudah meninggal lantaran ditembak anak buahnya di kantor kepolisian (agak serem). Banyak hal yang sering terjadi dan sudah jadi bagian dalam hidup saya, seperti; suara derit benda digeser setiap jam 10 malam, kran mati berhari-hari di musim kemarau, barang-barang yang hilang bila lupa memasukkan, anak kosan yang nangis histeris karena bertengkar sama pacarnya, dan masih banyak lagi. Kadang bikin saya gila. Tapi, tentu saja (sekali lagi) itu bukan alasan kuat mencari kos lain. 

Dan inilah poin penting dari postingan saya hari ini, hahaha.. Pengantarnya banyak banget padahal cuma mau bilang sebel sama penjaga kos yang baru. Namanya Mas Abbas. Dia penjaga kos paling aneh sepanjang saya tinggal di sini. Baik sih orangnya, sok kenal (tiba-tiba nyapa dengan suara lantang), suka pakai wig di depan tv, suka minta uang anak kos untuk beli pulsa, dan yang paling bikin males dia suka muter lagu-lagunya Geisha di pagi hari. Saya bukan fans Geisha sih, tapi menurut saya suara Momo lumayanlah kalau sesekali didengarkan. Tapi, ini hampir tiap pagi. Lagu yang sama, suara yang sama. Suara Momo!!! Mendadak jadi musuh saya!


Selasa, 06 November 2012

Bosan Atau Memang Tahapan?!

Belakangan saya bosan menulis fiksi. Kenapa? Karena banyak sekali orang yang menulis fiksi, hehe.. Tiap ke Gramedia/Togamas saya sering bingung menentukan buku mana yang harus dibeli. Ratusan atau mungkin ribuan buku fiksi karya anak muda bertebaran dengan sampul dan judul yang menarik. Biasanya saya hanya membaca ringkasan ceritanya, lalu mengembalikan ke rak. Ujung-ujungnya saya tidak membeli apa-apa dan baru beberapa minggu lalu saya membawa pulang Lalita. Itu juga dibelikan Umam, haha. Kalau harus membeli, saya biasanya lebih suka membeli buku teman sendiri sebagai satu bentuk dukungan untuk terus menulis.

Sebagaimana kita tahu, menerbitkan buku bukan lagi persoalan rumit sekarang. Penerbit indie menjamur di mana-mana. Orang bisa dengan mudah menerbitkan tulisannya. Tak mau kalah dengan penerbit indie, penerbit-penerbit besar juga ikutan menjaring penulis-penulis baru. Ya, ini pasar dan semua orang berhak jualan. Penulis kadang-kadang lupa bahwa esensi dari menerbitkan buku bukan perihal yang sepele. Saya tiba-tiba ingat pesan ibu saat beliau membaca buku saya yang diterbitkan indie, "Menulis tidak boleh sekedar menulis. Sebisa mungkin, tulisan harus memberikan manfaat buat pembaca karena tulisan mempengaruhi pikiran seorang pembaca, dan pikiran akan termanifestasi pada perilaku."

Waktu itu saya merasa dikritik. Pada buku saya Suburban Love cetakan pertama memang banyak hal yang tidak tersaring; umpatan-umpatan dan eksploitasi patah hati yang berlebihan. Ya, kumpulan cerpen itu merupakan rangkuman dari proses pendewasaan saya. Saya butuh katarsis, dan menulis adalah medianya. Hasilnya, begitulah. Pun demikian tidak lantas saya merasa puas dengan itu sampai akhirnya edisi revisi keluar. Kritik mendewasakan. Membuat kita lebih berkembang. Dan seiring perjalanan menuju kedewasaan dalam menulis, kritik bukan lagi hal yang menyakitkan. 

Saya pikir memang ada benarnya kata ibu. Orang akan muak bila disuguhi tulisan-tulisan yang temanya itu-itu saja. Cinta ya terutama (fyuh, seka poni..). Apalagi kalau endingnya sudah bisa ditebak. Tapi, nyatanya itu tema yang tidak pernah mati dan aman dari masalah. Sayangnya membuat tulisan yang kaya dan 'nggak basi' itu susah. 

Saya tak lagi produktif menulis fiksi. Tak satu pun jadi dalam beberapa bulan belakangan hehe. Saya malah sibuk ngeblog, menulis artikel tentang media literasi, dan mengasuh blog homeschooling. Saya tidak tahu persis apakah ini bisa disebut sebuah pendewasaan atau tidak. Tapi nyatanya saya punya minat lain dalam menulis. Saya tertarik dengan tulisan-tulisan non fiksi yang sebelumnya kurang saya minati. Ada sebuah kepuasan tersendiri di sana, terutama artikel-artikel yang sifatnya ilmiah. Bisa jadi memang begini tahapannya.

Minggu ini, saya mencoba menulis. Fiksi. Dan saya mendapati banyak perubahan. Rasanya senang sekali saat cerpen itu selesai dan siap dikirim ke JakartaBeat! ;)