Belakangan saya bosan menulis fiksi. Kenapa? Karena banyak sekali orang yang menulis fiksi, hehe.. Tiap ke Gramedia/Togamas saya sering bingung menentukan buku mana yang harus dibeli. Ratusan atau mungkin ribuan buku fiksi karya anak muda bertebaran dengan sampul dan judul yang menarik. Biasanya saya hanya membaca ringkasan ceritanya, lalu mengembalikan ke rak. Ujung-ujungnya saya tidak membeli apa-apa dan baru beberapa minggu lalu saya membawa pulang Lalita. Itu juga dibelikan Umam, haha. Kalau harus membeli, saya biasanya lebih suka membeli buku teman sendiri sebagai satu bentuk dukungan untuk terus menulis.
Sebagaimana kita tahu, menerbitkan buku bukan lagi persoalan rumit sekarang. Penerbit indie menjamur di mana-mana. Orang bisa dengan mudah menerbitkan tulisannya. Tak mau kalah dengan penerbit indie, penerbit-penerbit besar juga ikutan menjaring penulis-penulis baru. Ya, ini pasar dan semua orang berhak jualan. Penulis kadang-kadang lupa bahwa esensi dari menerbitkan buku bukan perihal yang sepele. Saya tiba-tiba ingat pesan ibu saat beliau membaca buku saya yang diterbitkan indie, "Menulis tidak boleh sekedar menulis. Sebisa mungkin, tulisan harus memberikan manfaat buat pembaca karena tulisan mempengaruhi pikiran seorang pembaca, dan pikiran akan termanifestasi pada perilaku."
Waktu itu saya merasa dikritik. Pada buku saya Suburban Love cetakan pertama memang banyak hal yang tidak tersaring; umpatan-umpatan dan eksploitasi patah hati yang berlebihan. Ya, kumpulan cerpen itu merupakan rangkuman dari proses pendewasaan saya. Saya butuh katarsis, dan menulis adalah medianya. Hasilnya, begitulah. Pun demikian tidak lantas saya merasa puas dengan itu sampai akhirnya edisi revisi keluar. Kritik mendewasakan. Membuat kita lebih berkembang. Dan seiring perjalanan menuju kedewasaan dalam menulis, kritik bukan lagi hal yang menyakitkan.
Saya pikir memang ada benarnya kata ibu. Orang akan muak bila disuguhi tulisan-tulisan yang temanya itu-itu saja. Cinta ya terutama (fyuh, seka poni..). Apalagi kalau endingnya sudah bisa ditebak. Tapi, nyatanya itu tema yang tidak pernah mati dan aman dari masalah. Sayangnya membuat tulisan yang kaya dan 'nggak basi' itu susah.
Saya tak lagi produktif menulis fiksi. Tak satu pun jadi dalam beberapa bulan belakangan hehe. Saya malah sibuk ngeblog, menulis artikel tentang media literasi, dan mengasuh blog homeschooling. Saya tidak tahu persis apakah ini bisa disebut sebuah pendewasaan atau tidak. Tapi nyatanya saya punya minat lain dalam menulis. Saya tertarik dengan tulisan-tulisan non fiksi yang sebelumnya kurang saya minati. Ada sebuah kepuasan tersendiri di sana, terutama artikel-artikel yang sifatnya ilmiah. Bisa jadi memang begini tahapannya.
Minggu ini, saya mencoba menulis. Fiksi. Dan saya mendapati banyak perubahan. Rasanya senang sekali saat cerpen itu selesai dan siap dikirim ke JakartaBeat! ;)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar