Rabu, 27 Februari 2013

Lampu Bohlam Cantik

Pagi ini saya ditantang Mbak Latree Manohara ngeblog dengan #prompt 'lampu bohlam'. Haha. Sebenarnya bukan ditantang sih, tapi dipaksa mengeluarkan ide. Tapi saya sedang malas belakangan ini. Malas menulis cerpen, prosa, atau puisi. Jadi untuk tantangan kali ini saya putuskan untuk menulis tentang bagaimana membuat prakarya dari lampu bohlam bekas. 

Dulu, waktu SD saya pernah membuat prakarya serupa dalam rangka memanfaatkan barang bekas sebagai benda hiasan. Saya dapat ide dari ibu. Oke, mari kita lihat apa saja yang dibutuhkan untuk membuat prakarya ini.

Bahan:
  • 1 lampu bohlam bekas (yang 10 watt biasanya, jangan yang terlalu kecil)
  • 30 cm kawat 
  • tanaman air
  • 55 -70 ml air 
Alat:
  • obeng/palu atau alat lain untuk mengeluarkan isi bohlam

Ini gambar yang bikin Papa Donat

Cara membuat:
  • Keluarkan isi lampu bohlam lewat ujung. Hati-hati jangan sampai bohlam pecah. 
  • Setelah isi lampu bohlam dikeluarkan, lilit bagian ujung bohlam dengan kawat. Kawat ini berfungsi untuk menggantung bohlam.
  • Isi bohlam dengan air, kemudian masukkan tanaman air ke dalamnya (pilih tanaman yang ramping seperti sirih air)
  • Gantungkan ke dinding, dekat pintu rumah.
Selesai. Hiasan rumah yang cantik dan murah. Selamat mencoba! ;)


Sabtu, 23 Februari 2013

Minimarket Vs Toko Kelontong

Gambar diambil dari sini.

Tahukah Anda kenapa barang di minimarket/swalayan harganya lebih mahal dibanding harga toko biasa? Ya, tepat! Lantaran kita turut membeli kenyamanan. Nah sebenarnya, mengapa minimarket/swalayan menawarkan kenyamanan pada kita? 

Belakangan, setelah saya melakukan investigasi di beberapa minimarket/swalayan dan mendapati kecurangan-kecurangan yang mereka lakukan (akan saya bahas kapan-kapan tentang kecurangan-kecurangan ini), saya enggan masuk ke minimarket/swalayan untuk belanja, kecuali amat sangat kepepet.  Kondisi kepepet yang saya maksud seperti, barang yang saya butuhkan hanya dijual di sana, kondisi cuaca, waktu, dan urgensi dari barang yang saya butuhkan. Sekarang, saya lebih suka menyambangi toko-toko kelontong atau toko grosir di pasar. 

Apa kepuasan yang saya dapatkan? Pertama, mengetahui bahwa saya telah berhemat sepertiga persen dari biasanya. Itu kepuasan tersendiri untuk saya sebagai orang yang (bukan) kaya. Kedua, harga label dengan banyaknya nominal yang saya keluarkan sama.

Sebenarnya apa yang membuat toko kelontong dan toko grosir menetapkan harga yang lebih murah dari minimarket/swalayan? Mereka sama sekali tidak menawarkan kenyamanan dalam berbelanja. Kita tidak akan menemukan sejuknya AC yang membuat kita betah berkeliling, rak-rak yang berjajar rapi atau kantong belanja bersih dengan cetakan nama toko. Tidak. Kita tidak mendapatinya. Namun, apa sebenarnya yang tersembunyi di balik kenyamanan yang ditawarkan minimarket/swalayan itu? Perilaku konsumtif.

Berbelanja di supermarket, meski dengan harga yang jauh lebih mahal, mengapa lebih dipilih? Pertama, karena kita tidak menyadari bahwa korporat sedang menggiring perilaku kita ke arah konsumtif. "Ayo berbelanja terus, di sini nyaman!" begitu kira-kira bisikannya ketika dingin AC menyentuh kulit kita. Kenyamanan berupa kondisi ruangan membuat kita betah 'berbelanja'. Itu berarti kita diberi ruang untuk berlama-lama melakukan negosiasi dengan 'nafsu' kita. Banyak barang-barang yang sesungguhnya tidak kita perlukan akhirnya masuk ke dalam keranjang. 

Rak-rak yang berjajar rapi itu sesungguhnya memberi dilema tersendiri. Selain memudahkan pencarian barang, kadang-kadang kita dibuat untuk tidak loyal pada satu merk. Kita dihadapkan pada banyaknya pilihan. Naluri untuk selalu 'mencoba yang baru' terombang-ambing di sini. 

Minimarket/swalayan mencitrakan diri mereka sebagai tempat yang bersih dan 'berkelas' dengan bangunan beralas keramik, penerangan super, bebas debu, dan kantong belanja yang membuat sebagian orang merasa 'lebih bangga' bila menenteng plastik putih bertuliskan nama minimarket/swalayan tertentu. Permainan psikologis semacam inilah yang dibidik.

Gambar diambil dari sini.

Sebagian orang takut berbelanja di toko kelontong/toko grosir lantaran dibekali dengan ketakutan-katakutan yang lebih dulu disiarkan melalui televisi perihal produk palsu, tanggal kadaluwarsa yang tidak diperhatikan, dan tidak mempertimbangkan segi kebersihan. Sesungguhnya itu tidak benar-benar terbukti. Dan bila kita sadar, tayangan-tayangan investigasi tersebut merupakan 'pintu utama' yang membuat kita memusuhi toko kelontong dan pasar tradisional. Saya pun termasuk orang yang termakan pencitraan tersebut sebelum saya menemukan banyak keganjilan yang terjadi kemudian saya hubungkan dalam dinamika. Bila Anda mengetahuinya, saya yakin Anda akan bergidik.

Jadi sekarang Anda (paling tidak) tahu mengapa minimarket/swalayan melabeli produknya dengan lebih mahal. Seiring dengan hal itu, Anda pun harus tahu bahwa yang murah bukan berarti tidak sehat/palsu. Yang murah bisa jadi lantaran mereka tidak menawarkan 'modern' dalam dirinya.

Tetap sehat, tetap berbelanja dengan bijak. 




Kamis, 21 Februari 2013

Konsumen Itu Harus Pintar!

Gambar diambil dari sini

Saya sebagai konsumen adalah orang yang cukup rewel untuk urusan jual-beli. Ya wajar, sebagaimana kita tahu, UU Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen Republik Indonesia menjelaskan bahwa hak konsumen diantaranya adalah hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengonsumsi barang dan atau jasa; hak untuk memilih barang dan atau jasa serta mendapatkan barang dan atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan; hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif; hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan atau penggantian, apabila barang dan atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya; dan sebagainya (diambil dari sini)

Kalau menurut saya, rewel itu harus dan wajib. Kenapa begitu? Agar kita tidak melulu dibodohi. Rasa "sungkan" sebagai orang Jawa kadang-kadang dimanfaatkan oleh produsen/pemberi layanan jasa atau pemilik usaha untuk terus menekan kita. Tentu saja tanpa kita sadari. Nah, sekali kita terperangkap dan tidak berontak, maka selamanya kita akan terperangkap dan jadi jauh lebih bodoh dari sebelumnya. 

Saya ingin bagi-bagi 'rewel' di sini. Semoga Anda mengalami hal serupa, tidak hanya bergumam "Oh iya ya?!" dan segera bertindak:
  1. Beli barang di mini market/supermarket/toko tanpa mengetahui harga. Jadi pihak penjual tidak menempel label pada barang/tempat barang. Biasanya saya akan memanggil pelayan, bertanya harga barang sebelum membawanya ke kasir seraya mengomel, "Mbok ditempeli harga to, Mbak/Mas!"
  2. Harga yang tertera di label tempat barang tidak sesuai dengan harga yang tertera di mesin kasir. Kejadian terakhir yang saya alami belum lama ini, saya membeli permen Strepsils di mini market. Pada tempat barang, tertera harga Rp. 5.500,00. Setibanya di kasir, saat saya menyodorkan uang Rp. 6.000,00, penjaga kasir bilang uang saya kurang. Saya lirik layar komputer, di situ tertera nominal Rp. 9.700,00. Langsung saya minta petugas kasir keluar dari wilayahnya dan mengecek harga. Lalu petugas kasir bilang, "Itu labelnya salah, Mbak..". Kemudian saya bilang, "Oh begitu? Ya sudah saya nggak jadi beli!" dan saya melenggang dengan santainya keluar dari mini market.
  3. Kembalian berupa permen. Saya memang tidak suka dan belum melakukan tindakan gila yang pernah dilakukan beberapa orang. Solusi untuk hal ini, paling-paling saya menghindari toko yang berlaku demikian.
  4. Rumah makan yang menampilkan menu banyak tapi ketika kita memesan, banyak pula yang tidak tersedia. Masuk black list biasanya. Haha.
  5. Petugas kasir yang selalu bilang, "Ada uang kecil saja?" ketika kita menyodorkan uang Rp.50.000,00/Rp. 100.000,00. Sungguh ini perbuatan yang tidak sopan ketika dilakukan petugas kasir di minimarket/toko besar. Sebagai pemilik usaha, menyediakan uang pecahan itu penting sebagai salah satu pelayanan terhadap konsumen. Kalimat "Ada uang kecil saja?" terdengar seolah-olah petugas kasir tidak percaya pada konsumen yang hanya punya satu lembar uang lima puluhan/ratusan ribu. 
  6. Pelayanan rumah makan/kafe yang tidak profesional; lama dalam penyajian, dan salah menu. Pelayan yang sibuk dengan handphone di depan customer. Dan perilaku yang tidak ramah.
  7. Kafe/rumah makan yang tidak menyediakan tisu, asbak, dan tusuk gigi. Ergh!
  8. Petugas kasir yang salah hitung. Biasanya kasus ini terjadi di minimarket yang buka 24 jam. Sudah lebih dari lima kali saya menjadi korban kecerobohan kasir. Bukan saya yang dirugikan memang, tapi pihak toko yang dirugikan. Tapi sama saja, bagi saya itu tidak profesional.
  9. Tukang parkir yang minta uang lalu pergi dan tak peduli.
  10. Warung-warung yang menjual makanan basi.
  11. Dan masih banyak lagi, hah!
Ya, begitulah. Bukan apa-apa, saya memang kaku dalam hal tertentu. Sengaja, karena saya ingin menggunakan hak saya secara benar. 



Rabu, 19 Desember 2012

Ambigunya Sebuah Alternatif


Apa yang terbesit di kepala Anda tentang 'undangan' yang dikirim melalui Facebook?

Undangan, dalam KBBI dirumuskan sebagai hal (perbuatan, cara) mengundang; panggilan (supaya datang). Undangan merupakan cara yang memfasilitasi 'kepentingan-kepentingan' kita baik sebagai individu maupun sebuah kelompok/komunitas. Jadi, jelas ada beberapa aspek yang terkandung dalam kata 'undangan'; yang mengundang, yang diundang, acara yang jelas, dan relasi. Facebook dalam hal ini berperan sebagai media atau sebuah cara yang menjadi alternatif untuk mengundang. Jadi, harusnya aspek-aspek yang terkandung dalam kata 'undangan' tidak dilepaskan begitu saja lantaran hal ini berkaitan dengan upaya memanfaatkan jejaring sosial seoptimal dan seefektif mungkin. 

Aspek-aspek yang perlu Anda cermati saat membuat undangan melalui Facebook:
  • Yang mengundang, Anda, baik sebagai individu/komunitas yang memiliki kepentingan dan bertanggungjawab atas acara yang akan dilaksanakan. Facebook telah memberikan pelayanan yang sangat baik dengan memberikan tiga alternatif dalam undangan; akan hadir, mungkin, dan tidak hadir. Fasilitas ini memudahkan Anda sebagai pihak yang mengundang mengetahui berapa banyak individu yang akan hadir dalam acara sehingga turut membantu Anda merancang pengeluaran.
  • Yang diundang, adalah individu/komunitas yang Anda harapkan kedatangannya setelah menerima panggilan Anda melalui Facebook. 99% pihak yang mengundang mengirimkan undangan pada semua teman tanpa kecuali. Facebook memberikan kemudahan pada kita untuk mengefektifkan waktu karena dengan sekali tekan, semua undangan terkirim. Bisa Anda bayangkan ketika undangan dalam bentuk fisik dikirim ke 2000 teman Anda? Namun kemudahan yang diberikan Facebook tak melulu harus kita gunakan. Banyak, di antara kita yang memiliki ribuan teman yang tidak sepenuhnya kita kenal. Lebih bijak lagi ketika membuat undangan, kita memilah siapa saja yang akan kita undang. Hal ini bertujuan untuk menghormati orang-orang yang kita undang. 
  • Acara yang jelas, termasuk di dalamnya waktu, tempat, keperluan, denah lokasi, dll. 
  • Relasi, merupakan aspek paling penting dalam pembuatan undangan melalui jejaring sosial/Facebook. Kenapa menjadi penting? Seperti yang sudah saya tulis pada poin dua di atas, relasi yang jelas memungkinkan sebuah acara menjadi lebih bermanfaat dan lebih 'hidup'.
Tips untuk Anda yang sering menerima undangan melalui Facebook:
  • Tanyalah pada diri Anda sendiri apakah Anda berminat untuk hadir.
  • Pastikan kehadiran/ketidakhadiran Anda dalam acara tersebut.
  • Tekan kotak 'akan hadir' bila Anda memang akan hadir setelah memastikan Anda tak punya acara lain di hari yang sama. Tekan 'tidak hadir' bila memang Anda tidak akan hadir dalam acara tersebut. Berusajalah jujur! Anda tidak akan masuk neraka hanya karena tidak menghadiri sebuah undangan. Tapi, Anda justru tidak menghormati pihak yang mengundang ketika Anda berjanji akan hadir tapi ternyata Anda tidak hadir.
  • Berusahalah seminimal mungkin menekan kotak 'mungkin' sebagai kompensasi dari rasa sungkan. Ketika Anda menekan tombol 'mungkin' konsekuensi dari kehadiran Anda sangat diharapkan. 80% kehadiran Anda diharapkan.
Semoga bermanfaat dan bijaklah menggunakan Facebook sebagai jejaring sosial. Jangan mudah diperdaya oleh media. 



Minggu, 16 Desember 2012

Lomba Mendongeng


Dalam rangka memenuhi janji pada Mbak Carra, maka pada tulisan kali ini saya akan bercerita tentang lomba mendongeng bertema televisi yang menjadi salah satu agenda dalam jambore literasi media Sabtu (15/12) kemarin di Hotel Quest. Lomba ini diselenggarakan oleh LeSPI (Lembaga Studi Pers dan Informasi) serta Yayasan TIFA. Kebetulan saya salah satu dari tiga dewan juri yang terhormat haha.. And the point is, "Jadi juri itu tidak mudah!"

Well, lomba ini diikuti oleh siswa kelas 1-6 SD dan sebanyak 15 peserta dari pelbagai daerah di Jawa Tengah hadir untuk memeriahkan acara. Saya ikut deg-degan selama acara berlangsung lho. Tiap peserta harus mendongeng di depan penonton dalam waktu 5-10 menit. Seperti yang sudah saya sebutkan di atas, tema lomba mendongeng kali ini adalah televisi. Kenapa televisi? Tentu saja karena televisi menjadi sasaran utama jambore literasi media. Awalnya, kami meragukan acara ini akan diminati anak-anak lantaran aktivitas mendongeng sendiri bukan hal yang mudah. Saya mungkin saja tidak seberani anak-anak itu mendongeng. Dibutuhkan mental yang benar-benar bagus, penguasaan panggung, gesture, ekspresi, vokal, intonasi, dan juga kreativitas yang luar biasa.


Tak sedikit yang merasa grogi. Bahkan sebagian besar dari mereka mengalami 'koma di panggung' lantaran lupa jalan cerita. Namun ada pula yang dengan tenang membawakan dongengnya lantaran sudah terbiasa dengan lomba-lomba serupa. Ada hal yang lucu dari salah satu peserta dengan properti paling lengkap, namanya Bryan. Hari itu dia membawakan dongeng yang saya tulis, Tongky Dimakan Televisi. Pelbagai mainan dibawa dari rumah sesuai dengan isi dongeng yang saya buat, ada pula televisi kardus yang dilengkapi dengan senter agar tampak dramatis. Awalnya Bryan mendongeng dengan lancar di depan kami. Saya punya pengharapan lebih padanya. Namun tiba-tiba di tengah cerita, Bryan lupa. Anak itu diam membisu lalu berlari ke arah ibunya dan menangis keras sekali. 

Kontan penonton kebingungan, tapi untunglah Mbak MC segera naik panggung dan memanggil peserta berikutnya. Bryan diberi dispensasi untuk tampil kembali setelah dia siap dan rupanya dia tidak menyia-nyiakan hal itu. Di kesempatan kedua Bryan menyelesaikan dongengnya dengan baik dan menuai tepuk tangan meriah dari penonton. 

Selain Bryan, seorang gadis kecil berusia 6 bernama Ayasha tahun juga ikut mendongeng. Di antara peserta lain, Ayasha yang paling menyita perhatian penonton. Bocah bermata sipit itu sangat memukau dengan penguasaan panggung yang sangat baik dan interaksinya dengan para penonton. Meski menjadi peserta paling muda, Ayasha memiliki kemampuan bertutur dengan vokal dan intonasi layaknya pendongeng profesional. Para dewan juri akhirnya sepakat menobatkan Ayasha sebagai juara 1 dalam lomba dongeng literasi media ini.

Saya, jujur saja takjub melihat anak-anak itu mendongeng. Ayasha misalnya, dengan suara yang berganti-ganti memerankan dua tokohnya tanpa pernah luput dari karakter. Ah.. Saya kira memang mendongeng tidak mudah, tapi saya yakin kita semua bisa belajar mendongeng. Untuk adik-adik yang belum menjadi juara, saya harap mereka terus berlatih dan bisa mengikuti lomba-lomba serupa. 



Rabu, 05 Desember 2012

Properti Musim Penghujan


Inilah barang paling penting saat musim hujan, terutama buat saya yang setiap hari mobile dari satu tempat ke tempat lain dengan motor. Sepatu Crocs KW dan jas hujan. Kebetulan warnanya sama, jadi serasi. Padahal tidak sengaja. 

Sepatu Crocs KW itu baru lantaran dua sepatu saya sebelumnya rusak gara-gara sering dipakai hujan-hujanan. Kalau beli sepatu flat Bata lagi, sayang sekali buang-buang duit. Belum ada sebulan pasti rusak lagi kalau caranya gini. Akhirnya, saya beli Crocs di toko sebelah. Harganya murah. Cukup 50 ribu. Kalau mau beli di pasar mungkin bisa dapat harga miring lagi. Awet karena terbuat dari karet dan bisa dipakai selama musim hujan belum surut.

Jas hujan, di swalayan-swalayan sedang diskon. Modelnya banyak; ada yang terusan, ada yang potongan. Saya pilih yang terusan saja, lebih longgar dan tas ransel saya aman. Tanpa jas hujan, saya otomatis tidak bisa mengunjungi murid-murid saya. Itulah kenapa jas hujan selalu tersedia di dalam ransel saya. Kenapa tidak di jok? Malas, harus turun, buka - tutup jok. Kalau di ransel lebih praktis, tak usah  turun dari motor, langsung pakai dan cus cabut! Haha..




Senin, 19 November 2012

Kamaratih Batik

Dalam rangka ulang tahun Kamaratih Batik yang ke-4, saya mau ikutan nulis cerita dan review nih. 

Mungkin saya tidak akan bicara banyak soal batik. Saya termasuk orang yang jarang pakai batik sebetulnya. Alasannya sih karena saya jarang menghadiri acara-acara yang sifatnya formal. Tapi, belakangan ini saya sering dapat oleh-oleh bahkan hadiah kuis berupa kain batik. Tak terasa, ternyata ada 5 jenis batik bersembunyi di dalam lemari saya (2 kain dari murid saya, 1 kain dari Mbak Latree karena menang kuis, dan 2 kain dari bapak) hahaha.. Saya baru sadar beberapa bulan yang lalu sewaktu buka lemari di rumah (jarang-jarang buka lemari soalnya).

Kalau namanya kain, otomatis kita harus ribet cari model yang sesuai buat tubuh kita. Akhirnya, saya pergi ke rumah tante, pinjam majalah-majalah wanita yang menampilkan mode-mode batik modern sekalian minta diantar ke penjahit yang lumayan pandai mengolah batik. Empat potong kain saya bawa ke penjahit (kecuali batik dari Mbak Latree, favorit saya). Akhirnya saya berencana membuat 1 bawahan, 2 atasan santai bentuk leher sabrina, dan 1 kemeja formal. Batik dari Mbak Latree masih saya simpan, alasannya itu kain favorit saya lantaran warnanya yang segar! Hahaha, saya masih memilih model apa yang cocok untuk sepotong kain itu. Antisipasi saja, daripada nanti salah potong dan jahit.. Rencana sih mau saya bikin bawahan. Akhir-akhir ini saya suka pakai bawahan rok soalnya :))

Ya, itung-itung nyicil koleksi batik untuk acara-acara formal yang akhir-akhir ini sering saya hadiri. Semakin menua rupanya semakin banyak ritual acara yang harus dijalani hahaha.. Tidak juga sih sebenarnya. Mungkin sudah saatnya mengganti yang casual menjadi lebih rapi. Tidak lucu kan kalau saya penyuluhan, di depan ibu-ibu RT tapi pakai jeans robek-robek? :))

Untuk review Kamaratih Batik, saya tidak berani review baju (takut menang, dapat baju, tapi tidak muat) hahahaha... Jadi saya mau review Gelang Wooden Horizon saja. Ini gambarnya.


Btw, pas saya buka album koleksi Kamaratih Batik, pertama kali mata saya langsung tertuju pada gelang ini. Hahaha, ya mungkin karena saya orangnya simpel dan tidak suka banyak corak. Seperti gelang kayu ini. Fisiknya tampak kuat dan kokoh. Saat dikenakan juga membuat pergelangan tangan lebih cantik. Selain itu, gelang ini bisa dipadukan dengan model pakaian apa saja. Tak melulu harus menyesuaikan warna lantaran gelang ini pun memiliki sifat yang netral. Saya membayangkan memakai gelang ini dipadukan dengan bawahan batik dari Mbak Latree dan atasan hitam, serta sepatu hitam. Waw! Seperti apa ya kira-kira tampilan saya? :))

Itu sedikit cerita dan review untuk Kamaratih Batik. Oh ya, selamat ulang tahun. Semoga peminatnya tambah banyak dan laris manis sebagai online shop! Semoga pemilik dan pengelolanya selalu sehat biar bisa mondar-mandir kirim barang haha.. Sukses, Kamaratih!!!